Powered By Blogger

Sabtu, 15 Oktober 2011

ketenagakerjaan


PENGANTAR
HUKUM KETENAGAKERJAAN/
HUKUM PERBURUHAN
BAB 1
PEMAHAMAN ISTILAH
A. DAFTAR ISTILAH KUNCI
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Pekerja/buruh yaitu: “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
D. MATERI
1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan/Hukum Perburuhan
Ada berbagai rumusan tentang arti dari istilah Hukum Ketenagakerjaan. Termuat di buku Iman Soepomo yang berjudul Pengantar Hukum Perburuhan beberapa pengertian yang diambil dari ahli hukum perburuhan. Beberapa di antaranya adalah:
Molenaar; sarjana Belanda ini mengatakan bahwa "arbeidsrecht" (Hukum Perburuhan) adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa.
Istilah "Arbeidsrecht"
menurutnya harus dibatasi pada hukum yang bersangkutan dengan orangorang yang berdasarkan perjanjiankerja, bekerja pada orang lain. Apabila mereka tidak ataupun tidak lagi atau pun belum bekerja pada orang lain, tidak termasuk dalam
pembahasan hukum perburuhan.
M.G. Levenbach; merumuskan hukum perburuhan atau arbeidsrecht sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan keadaan penghidupan yang
langsung ada sangkutpautnya dengan hubungankerja, dimaksudkannya peraturanperaturan mengenai persiapan bagi hubungankerja yaitu penempatan dalam artikata yang luas, latihan dan magang, mengenai jaminan social buruh serta peraturanperaturan mengenai badan dan organisasiorganisasi di lapangan perburuhan.
N.E.H van Esveld; beliau tidak membatasi lapangan "arbeidsrecht" pada hubungan kerja dimana dilakukan dibawah pimpinan (pengusaha/ majikan), namun
menurutnya meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swa pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri. Pendapatnya ini di sandarkan pada penyangkalan atas teori Marx di mana dalam Hukum Perburuhan yang menjadi pusat perhatian adalah soal pekerjaan dan bukan kedudukan para buruh (dibawah perintah majikan). Pendapat ini dipengaruhi oleh ajaran Katolik
yang memaknakan pekerjaan dalam pengertian yang luas, walaupun yang utama tentang pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh.
MOK; berpendapat bahwa “arbeidsrecht” adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan
penghidupan yang langsung bergandengan dengan pekerjaan tersebut.

Iman Soepomo; dari berbagai pengertian di atas beliau membuat rumusan tentang arti kata Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
Perkembangan istilah dewasa ini menunjukkan bahwa penggunaan kata “Perburuhan”, “buruh”, “majikan” dan sebagainya yang dalam literatur lama masih sering ditemukan sudah digantikan dengan istilah “Ketenagakerjaan” sehingga dikenal istilah “Hukum Ketenagakerjaan” untuk menggantikan istilah Hukum
Perburuhan, juga sejak tahun 1969 dengan disahkannya UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja istilah buruh digantikan dengan istilah “tenaga kerja” yang artinya adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Suatu perumusan yang luas karena meliputi siapa saja yang mampu bekerja baik dalam hubungan kerja (formal) maupun diluar hubungan kerja (informal) yang dicirikan dengan bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah. Kini istilah Hukum Perburuhan semakin tidak popular dengan diundangkannya UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003) yang menjadi UU payung bagi masalahmasalah yang terkait dengan Hukum Perburuhan/Hukum Ketenagakerjaan. Di beberapa perguruan tinggi di Indonesia mata kuliah Hukum Perburuhan juga telah banyak digantikan dengan istilah lain seperti Hukum Ketenagakerjaan dan Hukum Hubungan Industrial.
Kelompok yang lebih memilih istilah buruh dan Hukum Perburuhan menyatakan bahwa istilah ini lebih fokus dan menjelaskan langsung pada makna sesungguhnya yang dimaksudkan dalam Hukum Perburuhan yaitu segala hal yang
berkaitan dengan persoalan kerja upahan dan kerja tersebut atas perintah orang lain yang disebut majikan/pengusaha. Bagi kelompok ini istilah Hukum Ketenagakerjaan mencakup pengertian yang luas, mencakup siapa saja yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa, tidak terbatas apakah itu manusia (human being), hewan, atau mesinmesin.
Terlepas dari perdebatan itu yang penting bagi kita adalah mengetahui pengertian tiap istilah dengan baik sesuai rumusan normative yang berlaku. Oleh karena itu akan digunakan istilah Hukum Perburuhan dan Hukum Ketenagakerjaan sebagai istilah yang sepadan dan memiliki makna yang sama sebagaimana UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menggunakan istilah pekerja dengan istilah buruh sebagai dua kata yang memiliki makna sama dan selalu ditulis dengan pekerja/buruh.
2. Pengertian Ketenagakerjaan
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merumuskan pengertian istilah Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa yang di atur dalam UU Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berkaitan dengan pekerja/buruh baik itu menyangkut halhal yang ada sebelum masa kerja (preemployment) antara lain menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan lowongan kerja, dan lainlain. Halhal yang berkenaan selama masa bekerja (duringemployment) antara lain menyangkut perlindungan kerja: upah, jaminan social, kesehatan dan keselamatan kerja, pengawasan kerja, dan lainlain. Halhal sesudah masa kerja antara lain pesangon, dan pensiun/jaminan hari tua.
Abdul Khakim merumuskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan dari unsurunsur yang dimiliki yaitu:
(1) Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.
(2) Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha/majikan.
(3) Adanya orang bekerja pada dan di bawah orang lain, dengan mendapat upah sebagai balas jasa.
(4) Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh dan sebagainya.
Menurutnya Hukum Ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. Hal ini jelas bahwa Hukum Ketenagakerjaan tidak mencakup pengaturan:
(1) Swapekerja
(2) Kerja yang dilakukan untuk orang lain atas dasar kesukarelaan.
(3) Kerja seorang pengurus atau wakil suatu organisasi/ perkumpulan.
3. Pengertian Tenaga Kerja
Telah disinggung sedikit tentang pengertian tenaga kerja pada bagian ini akan kembali dijelaskan bahwa menurut UU 13 Tahun 2003 Tenaga kerja adalah: “setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”
Menurut Payaman Simanjuntak tenaga kerja (manpower) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan
oleh umur/usia. Tenaga kerja (manpower) terdiri dari angkatan, kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labour force terdiri dari:
(1) Golongan yang bekerja, dan
(2) Golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan.
Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari:
(1) Golongan yang bersekolah;
(2) Golongan yang mengurus rumah tangga; dan
(3) Golongan lainlain atau penerima pendapatan.
Golongan yang bersekolah adalah mereka yang kegiatannya hanya atau terutama bersekolah. Golongan yang mengurus rumah tangga adalah mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah. Sedang yang tergolong dalam lainlain ini ada 2 macam yaitu:
a) Golongan penerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan uang atau sewa atas milik; dan
b) Mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain misalnya karena lanjut usia (jompo), cacat atau sakit kronis.
Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja ini kecuali mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain sewaktuwaktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja.
Oleh sebab itu kelompok ini sering juga dinamakan sebagai Potential Labour Force (PLF). Jadi tenaga kerja mencakup siapa saja yang dikategorikan
sebagai angkatan kerja dan juga mereka yang bukan angkatan kerja, sedangkan angkatan kerja adalah mereka yang bekerja dan yang tidak bekerja (pengangguran).
4. Pengertian Buruh, Pekerja, Swapekerja, dan Pegawai
UU No. 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa penggunaan istilah pekerja selalu dibarengi dengan istilah buruh yang menandakan bahwa dalam UU ini dua istilah tersebut memiliki makna yang sama. Dalam Pasal 1 Angka 3 dapat dilihat
pengertian dari Pekerja/buruh yaitu: “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Dari pengertian tersebut dapat dilihat beberapa unsure yang melekat dari istilah pekerja/buruh yaitu:
a. Setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja tetapi harus bekerja)
b. Menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan tersebut.
Dua unsur ini penting untuk membedakan apakah seseorang masuk dalam kategori pekerja/buruh yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan atau tidak, di mana dalam UU Ketenagakerjaan diatur segala hal yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha/ majikan.
Swapekerja perlu untuk dipahami artinya oleh karena golongan ini jelas tidak termasuk golongan yang diatur oleh UU Ketenagakerjaan. Swapekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan dengan bebas, dalam arti tidak dibawah perintah orang lain melainkan atas inisiatif sendiri, bekerja dengan dana, tanggung jawab dan risiko sendiri, contoh: tukangtukang yang bekerja atas usaha sendiri dan kerja bebas missal dokter atau pengacara/advokat yang menjalankan praktek secara mandiri.
Pengertian bebas dari perintah orang lain dimaksudkan dengan tidak bekerja di bawah pimpinan orang/pihak lain. Hal ini karena untuk seorang tenaga profesional misalnya dokter, ia bekerja dengan inisiatif sendiri sehingga ada kebebasan dalam menjalankan pekerjaannya, namun jika ia adalah dokter di sebuah rumah sakit swasta maka ia adalah pekerja di RS tersebut yang bekerja di bawah pimpinan pihak lain yaitu pimpinan RS.
Istilah Pegawai umumnya digunakan untuk menunjuk golongan orang yang bekerja pada Negara (pegawai negeri). Golongan ini tidak tunduk pada Hukum Ketenagakerjaan karena ada UU yang khusus mengaturnya yaitu UU Kepegawaian. Saat ini berlaku UU 8 Tahun 1974 Tentang Pokokpokok Kepegawaian jo UU No. 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas UU 8 Tahun 1974 Tentang Pokokpokok Kepegawaian. Jika dibuat dalam bentuk matrix untuk membandingkan istilahistilah tersebut maka dapat dibuat sebagai berikut:

Pekerja/buruh                                             swapekerja                          pegawai
Berkerja dibwh perinth org Ln                       tdk dIbawah perintah       berkerja dibwh perintah Negara
Rseiko ditanggung pengusaha                       resiko tanggung sendiri      resiko ditanggung pemerintah
Menerima upah                              menerimah keuntungan      menerima upah/gaji
diatur olh uu & prtrN ktngkrjaan  tdk ada aturaN khusus      uu no8 thn 74 jo uu no 43 th 99

5. Perkembangan Sifat Hukum Perburuhan
Sifat Hukum secara umum ada dua yaitu:
a. Hukum mengatur dan
b. Hukum memaksa
Hukum perburuhan awalnya merupakan bagian dari Hukum Perdata oleh karena hubungan kerja adalah hubungan privat yang masuk dalam lingkup Hukum Perjanjian (kerja). Perkembangan masyarakat dan perkembangan pemikiran tentang fungsi Negara dan hukum khususnya menyangkut peran Negara dalam mewujudkan masyarakat sejahtera (welfare state) telah meninggalkan konsep Negara “penjaga malam”. Wujud campur tangan Negara dalam mengupayakan kesejahteraan masyarakatnya antara lain dengan membuat aturanaturan untuk masalah hubungan kerja (perburuhan) di mana hubungan kerja merupakan hubungan/peristiwa privat.
a. Sifat Hukum Perburuhan sebagai Hukum Mengatur (Regeld)
Ciri utama dari Hukum Perburuhan/ketenagakerjaan yang sifatnya mengatur ditandai dengan adanya aturan yang tidak sepenuhnya memaksa, dengan kata lain boleh dilakukan penyimpangan atas ketentuan tersebut dalam perjanjian (perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama). Sifat Hukum mengatur disebut juga bersifat fakultatif (regelendrecht/aanvullendrecht) yang artinya hukum yang mengatur/melengkapi, sebagai Contoh aturan ketenagakerjaan/perburuhan yang bersifat mengatur/ fakultatif adalah:
• Pasal 51 ayat (1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan penjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis. Dikategorikan sebagai Pasal yang sifatnya mengatur oleh karena tidak harus/wajib perjanjian kerja itu dalam bentuk tertulis dapat juga lisan, tidak ada sanksi bagi merka yang membuat perjanjian secara lisan sehingga perjanjian kerja
dalam bentuk tertulis bukanlah hal yang imperative/memaksa;
• Pasal 60 ayat (1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat
mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan. Ketentuan ini juga bersifat mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk menjalankan masa percobaan atau tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu tidak tertentu/permanen.
• Pasal 10 ayat(1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bagi pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Merupakan ketentuan hukum mengatur oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan (merupakan hak) dan dapat pula tidak dilaksanakan oleh pengusaha.
• Buku III Titel 7A Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPer) dan Buku II Titel 4 Kitab UndangUndang Hukum Dagang (KUHD).
b. Sifat Memaksa Hukum Perburuhan
Hukum perburuhan/Ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan orang perorangan. Atas dasar itulah, maka Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan bersifat privat (perdata).
Di samping itu, dalam pelaksanaan hubungan kerja untuk masalahmasalah tertentu diperlukan campur tangan pemerintah. Campur tangan ini menjadikan hukum ketenagakerjaan bersifat publik. Sifat publik dari Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan ditandai dengan ketentuanketentuan memaksa (dwingen), yang jika tidak dipenuhi maka negara/pemerintah dapat melakukan aksi/tindakan tertentu berupa sanksi. Bentuk ketentuan memaksa yang memerlukan campur tangan pemerintah itu antara lain:
a. Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana bidang ketenagakerjaan.
b. Adanya syaratsyarat dan masalah perizinan, misalnya
• Perizinan yang menyangkut Tenaga Kerja Asing;
• Perizinan menyangkut Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ;
• Penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan izin dan syarat tertentu;
• Masalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pemutusan hubungan kerja;
• Syarat mempekerjakan pekerja anak, dan sebagainya.
Budiono membagi sifat Hukum Ketenagakerjaan menjadi 2 (dua), yaitu bersifat imperatif dan bersifat fakultatif. Hukum bersifat imperatif atau dwingenrecht (hukum memaksa) artinya hukum yang harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar. Contoh:
a. Pasal 42 ayat (1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai perlunya izin penggunaan tenagakerja asing.
b. Pasal 59 ayat (1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai ketentuan pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
c. Pasal 153 ayat (1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai larangan melakukan PHK terhadap kasuskasus tertentu.
d. Pasal 3 UndangUndang Nomor 12 Tahun 1964, mengenai perlunya izin (permohonan penetapan) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
6. Objek Hukum Perburuhan
Objek Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan artinya adalah segala sesuatu yang menjadi tujuan diberlakukannya Hukum perburuhan/Ketenagakerjaan. Ada 2 hal utama yang menjadi objek/tujuan nya yaitu:
a. Terpenuhinya pelaksanaan saksi hukuman, baik yang bersifat administrative maupun bersifat pidana sebagai akibat dilanggarnya suatu ketentuan dalam peraturan.
b. Terpenuhinya ganti rugi bagi pihak yang berhak sebagai akibat wan prestasi yang dilakukan oleh pihak lainnya terhadap perjanjian yang telah disepakati.
UU Ketenagakerjaan menetapkan bahwa tujuan Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan adalah mencapai tujuan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya dengan meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja guna mewujudkan masyarakat sejahtera, makmur dan adil.
Tujuan ini penting ditetapkan oleh karena dalam Hukum Ketenagakerjaan terlibat pihakpihak yang umumnya berada pada posisi yang tidak seimbang baik secara sosial, dan ekonomis.
 O. Kahn Freund menyatakan timbulnya Hukum Ketenagakerjaan dikarenakan adanya ketidak setaraan posisi tawar yang terdapat dalam hubungan ketenagakerjaan (antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan) dengan alasan itu pula dapat dilihat bahwa tujuan utama Hukum Ketenagakerjaan adalah agar dapat meniadakan ketimpangan hubungan di antara keduanya. Ketimpangan hubungan antara pekerja/buruh dengan majikan/pengusaha digambarkan oleh H. Sinzheimer sebagai berikut:
“The employer direct the labour force which must put itself as his disposition…He directs that labour force as he wishes, placed at his service by way of the individual’s ‘free contract’ of employment…(which is) nothing other than a ‘voluntary’ submission to conditions that cannot be changed by the worker”.
Jika diterjemahkan secara bebas mengandung arti bahwa pengusaha adalah pihak yang mampu menentukan keadaan perburuhan sesuai dengan keinginannya, bahkan melalui sarana ‘kebebasan berkontrak’, di mana kebebasan berkontrak yang dimiliki tiaptiap pekerja/buruh tidak lebih dari sebuah ‘kepatuhan secara sukarela’ terhadap kondisikondisi yang telah ditetapkan secara sepihak oleh pengusaha/majikan. Senada dengan hal tersebut bagi G. Ripert13 diaturnya masalah kerja dalam hukum sosial tersendiri (dalam hal ini Hukum Ketenagakerjaan) adalah akibat kenyataan sosial yang dalam kehidupan ekonomis mengalami pergeseran, di mana perlindungan kepentingan kerja dalam kontrak/perjanjian kerja merupakan kepentingan umum yang tidak dapat lagi diabaikan berdasarkan asas kebebasan individu serta otonomi individu dalam mengadakan kontrak/perjanjian kerja.

7. Landasan dan Asas Hukum Perburuhan
Hukum perburuhan/Ketengakerjaan memiliki landasan:
Idiil yaitu dasar Negara Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.14 Operasional, yaitu program pembangunan nasional yang menjadi landasan pelaksanaan pembangunan Hukum Ketenagakerjaan sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan pada umumnya.
Asas Hukum perburuhan/Ketenagakerjaan menurut Pasal 3 UU 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Dalam Penjelasan pasal ini disebutkan bahwa Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung.
E. LATIHAN
Jawab pertanyaan berikut:
1. Jelaskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan menurut sarjana dan menurut UU No. 13 Tahun 2003?
2. Jelaskan cakupan pengaturan ketenagakerjaan yang dimuat dalam UU No. 13 Tahun 2003?
3. Apa beda antara pekerja/buruh, swapekerja dan pegawai?
4. Kapan dikatakan Hukum Ketenagakerjaan bersifat mengatur dan kapan dikatakan bersifat memaksa? 14 Dahulu dikenal dengan istilah GBHN (Garis Besar Haluan Negara) saat ini diistilahkan sebagai Program Pembangunan Nasional (Propenas). Propenas dijabarkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJM). 15 Pasal 2 UU 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Sifat manakah yang dominan saat ini? Jelaskan disertai contoh yang relevan.
5. Jelaskan tujuan/objek dari Hukum Ketenagakerjaan?
6. Jelaskan tentang landasan Hukum Ketenagakerjaan menurut UU No. 13 Tahun 2003?


Pertemuan 1 : Perkuliahan 1
Pengantar
Pengertian dan Perkembangan Hukum Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakerjaan merupakan istilah baru dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum perburuhan pada khususnys, Menurut UU No. 13 Tahun 2003, pengertian ketenagakerjaan adalah lebih luas dibandingkan dengan perburuhan sebagaimana dalam KUHPerdata. Namun demikian pelaksanaan peraturan perundang – undangan di bidang ketenagakerjaan masih mempergunakan beberapa undang-undang yang dikeluarkan sebelum dikeluarkan UU No. 13 Tahun 2003. Adapun perkembangan Hukum Ketenegakerjaan dapat dicatat dalam 5 (lima) fase.
Hakikat dan Sifat Hukum Ketenagakerjaan
Secara yuridis hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah sama, walaupun secara social-ekonomi kedudukan antara pekerja dan pengusaha adalah berbeda. Dan segala sesuatu mengenai hubungan kerja diserahkan kepada kedua belah pihak, oleh karena itu untuk memenuhi trasa keadilan perlu ada peraturan perundang-undangan untuk melindungi pekerja. Peraturan mana adalah mengatur tentang hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak.
Pre Employment, During Employment, dan Post Employment
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, antara lain menyebutkan bahwa : Tiap-tiap tenaga kerja barhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan , oleh karena itu tidak boleh ada diskriminasi antara pekerja wanita dan pria. Adapun ruang lingkup tenaga kerja menurut UU No. 13 Tahun 2003 adalah pre – employment, during employment, dan post employment. Selain itu tenaga kerja berhak atas pembinaan dan perlindungan dari pemerintah.
Pertemuan 2 : Perkuliahan 2.
Hubungan Kerja dan Norma Kerja
Perjanjian Kerja dan hubungan Industrial
Dalam Hukum Ketenagakerjaan memang belum dapat diberikan batasan yang jelas tentang definisi dari hubungan kerja, namun dapat diperoleh pengertian bahwa : hubungan kerja itu timbul sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian kerja, dimana pekerja atau serikat pekerja disatu pihak mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan pada pengusaha atau organisasi pengusaha dilain pihak selama suatu waktu, dengan menerima upah.
Peraturan yang mengatur perjanjian kerja adalah sebagaimana diatur dalam KUHPerdata tentang perjanjian untuk melakukan pekerjaan.
Pengertian hubungan kerja antara pelaku proses produksi baik barang maupun jasa pada dewasa ini lebih dikenal dengan istilah “Hubungan Industrial” yang merupakan suatu peningkatan tata nilai kaidah hukum ketenagakerjaan.
Peraturan Perusahaan
Kesepakatan Kerja adalah perjanjian perburuhan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha atau organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud oleh UU No.13 Tahun 2003
Istilah Kesepakatan Kerja merupakan perubahan istilah perjanjian perburuhan atau perjanjian kerja sebagai pencerminan Hubungan Industrial Pancasila.
Kesepakatan Kerja merupakan salah satu sarana pendukung pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila yang dari waktu kewaktu perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya.
Perjanjian Kerja Bersama
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan salah satu sarana hubungan Industrial Pancasila yang pada hakikatnya merupakan perjanjian perburuhan sebagaimana dimaksud dalam Undang _ Undang Nomor 13 Tahun 2003
Permintaan pembuatan PKB selain harus diajukan oleh salah satu pihak, juga harus diikuti oleh itikad baik, jujur, tulus, dan terbuka. Sedang tempat pembuatannya dilakukan di Kantor Perusahaan yang bersangkutan dengan biaya perusahaan, kecuali bila Serikat Pekerja mampu ikut membiayai.
Pembinaan Norma Kerja
Pemerintah membina perlindungan kerja termasuk norma kerja yang meliputi : perlindungan tenaga kerja yang berkaitan dengan waktu kerja, system pengupahan, istirahat, cuti, pekerja anak dan wanita, tempat kerja, perumahan, kesusilaan, beribadat menurut agama dan kepercayaan yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial dan sebagainya. Hal ini wajib dilakukan untuk memelihara kegairahan dan noral kerja yang dapat menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
Sedang yang dimaksud dengan pembinaan norma perlindungan adalah pembentukan, pengertian dan pengawasannya. Norma adalah standard/ukuran tertentu yang harus dijadikan pegangan.
Pertemuan 3 : Perkuliahan 3
Perlindungan Tenaga Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja bukanlah masalah kecil bagi pengusaha. Kecelakaan kerja sangat merugikan baik pengusaha, tenaga kerja, pemerintah, dan masyarakat.
Dengan terjadinya kecelakaan kerja , maka akan menimbulkan kerugian yang berupa hilang atau berkurangnya kesempatan kerja, modal, dan lain sebagainya.
Pengusaha diwajibkan untuk mengatur dan memelihara tempat kerja yang menyangkut ruangan , alat, perkakas dimana pekerja melakukan tugasnya, termasuk petunjuk-petunjuk bagi pekerja agar pekerja terhindar dari kecelakaan kerja. Terhadap pengusaha yang tidak mengindahkan hal ini, maka mereka wajin mengganti kerugian apabila terjadi musibah terhadap pekerja.
Sedang disisi lain  harus diadakan kesehatan kerja yaitu perlindungan terhadap tenaga kerja dari eksploitasi tenaga kerja oleh pengusaha.
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sasaran utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan bangsa secara merata.
Tenaga kerja sebagai salah satu unsure pembangunan yang mempunyai kegiatan produktif perlu mendapat perlindungan, pemeliharaan, dan pengembangan terhadap  kesejahteraannya
Perlindungan tersebut diberikan baik semasa pekerja ada dalam hubungan kerja maupun setelah berakhirnya hubungan kerja.
Perlindungan Upah
Kebijakan ketenagakerjaan di bidang perlindungan tenaga kerja ditujukan kepada perbaikan upah, syarat-syarat kerja, kondisi kerja , dan hubungan kerja.
Sistem pengupahan ditujukan  kepada system pembayaran upah secara keseluruhan tidak termasuk uang lembur.
Sistem ini didasarkan atas  prestasi kerja dan tidak dipengaruhi oleh tunjangan-tunjangan yang tidak ada hubungannya dengan prestasi kerja. Pembayaran upah diberikan dalam bentuk uang, namun tidak mengurangi kemungkinan pembayaran dapat berupa barang  yang jumlahnya dibatasi.
Upah pada dasarnya merupakan imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan.
Kualitas tingkat upah dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti, kondisi perusahaan, keterampilan, standard hidup, dan jenis pekerjaan.
Pertemuan 4 : Perkuliahan 4
Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja
Kebijakan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja selama ini belum mewujudkan penyelesian perselisihan secara cepat, tepat, adil, dan murah sehingga dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Menurut undang-undang ini penyelesaian perselisihan hubungan industrial diupayakan jalan damai melalui musyawarah dan sejauh mungkin dihindarkan pemutusan hubungan kerja
Apabila hal ini tidak tercapai, maka pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan masyarakat khususnya kepada masyarakat pekerja dan pengusaha, berkewajiban memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Upaya tersebut dilakukan dengan menyediakan mediator yang bertugas untuk mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang berselisih.
Disamping itu perlu diakomodasikan keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan perselisihan melalui konsiliasi atau arbitase.
Lain dari pada itu pemerintah juga mengatur cara dan tingkat penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan UU No.2 Tahun 2004, telah diterapkan prinsip-prinsip terciptanya suatu penyelesaian yang didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, sehingga penyelesaian tersebut sedapat mungkin tidak menimbulkan konplik antara para pihak.
Dengan diterapkannya Hubungan Industrial Pancasila dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, bukan berarti tidak lagi terjadi PHK. Akan tetapi fungsi dan peranan HIP telah mengubah pola hubungan ketenagakerjaan antara pihak-pihak, bukan lagi sebagai lawan, melainkan sebagai partner dalam proses produksi
Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja harus sedapat mungkin dicegah, akan tetapi apabila hal ini tidak dapat dihindari, maka pengusaha harus merundingkan maksud dan tujuan dari pemutusan hubungan kerja dengan serikat pekerja atau kepada pekerja secara perorangan kelau mereka tidak menjadi anggota dari serikat pekerja.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam pemutusan hubungan kerja :
-          mengadakan pemberitahuan terlebih dahulu kepada pekerja yang akan di PHK
-          mengajukan permohonanpenetapan secara tertulis disertai dasar dan alasan-alasannya kepada pengadilan hubungan industrial
-          Sebelum adanya penetapan, maka masing-masing pihak tetap melakukan kewajibannya
-          Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap hal diatas berupa tindakan skorsing kepada pekerja yang sedang dalam proses PHK





Pertemuan 5 : Perkuliahan 5
Organisasi Perburuhan Internasional/International Labour Organization

Sejarah, Struktur Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan ILO
Organisasi Perburuhan Internasional atau sisingkat menjadi ILO adalah merupakan organisasi internasional yang khusus membahas masalah-masalah ketenagakerjaan secara luas
Salah satu tugas nya adalah menyelenggarakan Konperensi Perburuhan Internasional Konperensi diadakan setiap tahun yang dihadiri oleh wakil delegasi tiap Negara anggota PBB yang terdiri dari unsur Tripatit (Pemerintah, Pengusaha, dan Pekerja).
Konvensi dan Rekomendasi ILO
ILO bertugas menyelenggarakan Konperensi dan meningkatkan kondisi kerja dan kesejahteraan pekerja dengan cara membuat peraturan perundang-undangan atau standard-standar internasional yang  dituangkan dalam bentuk Konvensi dan rekomendasi dan disyahkan oleh Konperensi Perburuhan Internasional.
Kemudian diratifikasi oleh setiap negara anggota yang mempnyai kekuatan hukum sebagai undang-undang, sedang rekomendasi dibuat untuk tidak diratifikasi malainkan untuk memberikan pedoman khusus kepada Negara anggota di dalam menyusun peraturan perundang-undangan nasional di Negara masing-masing.
Akibat dari meratifikasi suatu Konvensi adalah setiap Negara yang meratifikasi konvensi mempunyai kewajiban yang mengikat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut.






Pertemuan 6 : /Perkuliahan 6
Pengawasan Ketenagakerjaan
-           
Peranan Pengawasan Ketenagakerjaan
Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan hubungan kerjs, seperti mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan dengan memberikan penyuluhan, melakukan pengusutan, serta mencari masukan tentang peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.
Pengawasan bukanlah alat perlindungan bagi pekerja , melainkan lebih merupakan suatu usaha untuk menjamin pelaksanaan perasturan perlindungan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Faedah dari pengawasan adalah terpel;iharanya ketertiban masyarakat, khususnya masyarakat industri yang terwujud dengan meningkatnya produktifitas dan effesiensi kerja, perlindungan bagi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan dan terciptanya suasana yang harmonis dalam dunia industry

Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu
Pengawasan akan berhasil apabila ada kesatuan gerak dari aparat pengawasan. Selain itu harus ada tujuan yang jelas, rencana kerja yang pasti dan didukung oleh petugas yang dapa melaksanakan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar